BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pemeriksaan
fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis
memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan
akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu
dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara
sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah
pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Dengan
petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat
menyusun sebuah diagnosis diferensial, yakni sebuah daftar penyebab yang
mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk
meyakinkan penyebab tersebut. Sebuah
pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum
dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan
suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
1.2
Rumusan
masalah
Adapun
rumusan dari masalah yang kami hadapi yaitu:
ü Bagaimana
melakukan pemeriksaan fisik head to toe yang
baik dan benar?
1.3
Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini yaitu agar mengetahui bagaimana cara pemeriksaan
fisik head to toe yang baik dan benar
khususnya untuk mahasiswa keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah metode pengumpulan data
yang sistematik dengan memakai indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan
rasa untuk mendeteksi masalah kesehatan klien.Untuk pemeriksaan fisik perawat
menggunakan teknik inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi (Craven &
Hirnle, 2000; Potter & Perry, 1997; Kozier et al., 1995).
Pemeriksaan
fisik dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data objektif dari riwayat
keperawatan klien.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan
wawancara.Fokus pengkajian fisik keperawatan adalah pada kemampuan fungsional
klien.Misalnya , klien mengalami gangguan sistem muskuloskeletal, maka perawat
mengkaji apakah gangguan tersebut mempengaruhi klien dalam melaksanakan
kegiatan sehari-hari atau tidak.
2.2
Tujuan
Pemeriksaan Fisik
Secara umum, pemeriksaan fisik yang
dilakukan bertujuan :
- Untuk mengumpulkan dan
memperoleh data dasar tentang kesehatan klien.
- Untuk
menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam
riwayat keperawatan.
- Untuk
mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
- Untuk
membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan.
- Untuk mengevaluasi hasil
fisiologis dari asuhan keperawatan.
2.3
Metode Dan Langkah Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Merupakan
metode pemeriksaan pasien dengan melihat langsung seluruh tubuh pasien atau
hanya bagian tertentu yang diperlukan. Metode ini berupaya melihat kondisi
klien dengan menggunakan ‘sense of sign’ baik melalui mata telanjang atau alat
bantu penerangan (lampu). Inspeksi adalah kegiatan aktif, proses ketika perawat
harus mengetahui apa yang dilihatnya dan dimana lokasinya. Metode inspeksi ini
digunakan untuk mengkaji warna kulit, bentuk, posisi, ukuran dan lainnya dari
tubuh pasien.
Pemeriksa menggunakan indera
penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara seksama, persistem dan
tidak terburu-buru sejak pertama bertemu dengan cara memperoleh riwayat pasien
dan terutama sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan. Inspeksi juga menggunakan
indera pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan
lebih memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau
bau dari pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan
informasi yang diterima oleh semua indera tersebut yang akan membantu dalam
membuat keputusan diagnosis atau terapi.
Cara pemeriksaan :
1)
Posisi
pasien dapat tidur, duduk atau berdiri.
2)
Bagian
tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka sendiri
pakaiannya. Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun dibuka seperlunya
untuk pemeriksaan sedangkan bagian lain ditutupi selimut).
3)
Bandingkan
bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan abnormalitas. Contoh : mata kuning
(ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
4)
Catat
hasilnya.
2. Palpasi
Merupakan metode
pemeriksaan pasien dengan menggunakan ‘sense of touch’, Palpasi adalah suatu tindakan
pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan
menggunakan jari atau tangan. Tangan
dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data,
misalnya metode
palpasi ini dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh (temperatur), adanya
getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran.
Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh. Teknik
palpasi dibagi menjadi dua :
a.
Palpasi
ringan
Caranya: ujung-ujung jari pada
satu/dua tangan digunakan secara simultan. Tangan diletakkan pada area yang
dipalpasi, jari-jari ditekan kebawah perlahan-lahan sampai ada hasil.
b.
Palpasi
dalam (bimanual)
Caranya: untuk merasakan isi
abdomen, dilakukan dua tangan. Satu tangan untuk merasakan bagian yang
dipalpasi, tangan lainnya untuk menekan ke bawah. Dengan Posisi rileks,
jari-jari tangan kedua diletakkan melekat pd jari2 pertama.
Cara pemeriksaan:
1)
Posisi
pasien bisa tidur, duduk atau berdiri.
2)
Pastikan
pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman.
3)
Kuku
jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
4)
Minta
pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
5)
Lakukan
Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan dengan tekanan ringan.
6)
Palpasi
daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan.
7)
Lakukan
Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
8)
Hindari
tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
9)
Rasakan dengan seksama kelainan
organ/jaringan, adanya nodul, tumor bergerak/tidak dengan konsistensi
padat/kenyal, bersifat kasar/lembut, ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill,
serta rasa nyeri raba / tekan.
10)
Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat.
3. Perkusi
Perkusi
adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi getaran/ gelombang
suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada permukaan tubuh.
Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung oleh kepadatan media yang
dilalui. Derajat bunyi disebut dengan resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan
dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit.
Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin lemah hantarannya
dan udara/ gas paling resonan.
Cara
pemeriksaan :
1)
Posisi
pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang akan diperiksa
2)
Pastikan
pasien dalam keadaan rilex
3)
Minta
pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
4)
Kuku
jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
5)
Lakukan
perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan:
a. Metode
langsung yaitu
mengentokan jari tangan langsung dengan menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
b. Metode
tidak langsung
dengan cara sebagai berikut : Jari tengah tangan kiri di letakkan dengan lembut di atas permukaan tubuH, Ujung jari tengah dari tangan kanan, untuk
mengetuk persendiaN, Pukulan harus cepat dengan lengan tidak bergerak dan
pergelangan tangan rilek, Berikan tenaga pukulan yang sama pada setiap area
tubuh.
6)
Bandingkan
atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
a. Bunyi
timpani mempunyai
intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan kualitas seperti drum
(lambung).
b. Bunyi
resonan mempunyai
intensitas menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas bergema (paru normal).
c. Bunyi
hipersonar mempunyai
intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas ledakan (empisema paru).
d. Bunyi
pekak mempunyai
intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu agak lama kualitas
seperti petir (hati).
4. Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang
dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya
menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah
bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
1) Frekuensi yaitu menghitung jumlah
getaran permenit.
2) Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/
lemahnya suara.
4) Kualitas yaitu warna nada/ variasi
suara.
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
Ø
Rales
Suara
yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus pernafasan
mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien
pneumonia, TBC.
Ø
Ronchi
Nada
rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi.
Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.
Ø Wheezing
Bunyi
yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi maupun ekspirasi.
Misalnya pada bronchitis akut, asma.
Ø Pleura Friction Rub
Bunyi
yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada
klien dengan peradangan pleura.
Cara
pemeriksaan :
1)
Posisi
pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang diperiksa dan
bagiaN tubuh yang diperiksa harus terbuka.
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek
dengan posisi yang nyaman.
3) Pastikan stetoskop sudah terpasang
baik dan tidak bocor antara bagian kepala, selang dan telinga.
4) Pasanglah ujung steoskop bagian
telinga ke lubang telinga pemeriksa sesuai arah.
5) Hangatkan dulu kepala stetoskop
dengan cara menempelkan pada telapak tangan pemeriksa.
6) Tempelkan kepala stetoskop pada
bagian tubuh pasien yang akan diperiksa.
Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada
rendah pada tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung dan vaskuler dan gunakan
diafragma untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru
2.4
Pemeriksaan Tanda Vital
Pemeriksaan
tanda vital merupakan bagian dari data dasar yang dikumpulkan oleh perawat
selama pengkajian. Perawat mengkaji tanda vital kapan saja klien masuk ke
bagian perawatan kesehatan. Tanda vital dimasukkan ke pengkajian fisik secara
menyeluruh atau diukur satu persatu untuk mengkaji kondisi klien. Penetapan
data dasar dari tanda vital selama pemeriksaan fisik rutin merupakan control
terhadap kejadian yang akan datang.
Pemeriksaan tanda vital terdiri
atas pemeriksaan nadi, pernafasan, tekanan darah dan suhu. Pemeriksaan ini
merupakan bagian penting dalam menilai fisiologis dari sistem tubuh secara
keseluruhan
1.
Pemeriksaan Nadi
Denyut nadi
merupakan denyutan atau dorongan yang dirasakan dari proses pemompaan jantung.
Setiap kali bilik kiri jantung menegang untuk menyemprotkan darah ke aorta yang
sudah penuh, maka dinding arteria dalam sistem peredaran darah mengembang atau
mengembung untuk mengimbanagi bertambahnya tekanan. Mengembangnya aorta
menghasilkan gelombang di dinding aorta yang akan menimbulkan dorongan atau
denyutan.
Tempat-tempat menghitung denyut nadi adalah:
- Ateri radalis : Pada pergelangan tangan
- Arteri temporalis : Pada tulang pelipis
- Arteri carotis : Pada leher
- Arteri femoralis : Pada lipatan paha
- Arteri dorsalis pedis : Pada punggung kaki
- Arteri poplitea : Pada lipatan lutut
- Arteri bracialis : Pada lipatan siku
Jumlah denyut nadi yang normal
berdasarkan usia seseorang adalah:
- Bayi baru
lahir
: 110 – 180 kali per
menit
- Dewasa
: 60 - 100 kali per menit
- Usia Lanjut
: 60 -70 kali per
menit
2.
Pemeriksaan
Tekanan Darah
Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan. Beberapa langkah
yang dilakukan pada pemeriksaan tekanan darah menggunakan sfigmomanometer air
raksa. Tempat untuk mengukur tekanan darah seseorang adalah : Lengan atas atau
Pergelangan kaki. Langkah pemeriksaan :
1) Memasang manset pada lengan atas,
dengan batas bawah manset 2 - 3 cm dari lipat siku dan perhatikan posisi
pipa manset yang akan menekan tepat di atas denyutan arteri di lipat siku (
arteri brakialis).
2) Letakkan stetoskop tepat di atas
arteri brakialis.
3) Rabalah pulsasi arteri pada
pergelangan tangan (arteri radialis).
4) Memompa manset hingga tekanan manset
30 mmHg setelah pulsasi arteri radialis menghilang.
5) Membuka katup manset dan tekanan
manset dibirkan menurun perlahan dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik.
6) Bila bunyi pertama terdengar ,
ingatlah dan catatlah sebagai tekanan sistolik.
7) Bunyi terakhir yang masih terdengar
dicatat sebagai tekanan diastolic.
8) Turunkan tekanan manset sampai 0
mmHg, kemudian lepaskan manset.
Yang harus diperhatikan sebelum
melakukan pemeriksaan tekanan darah sebaiknya sebelum dilakukan pemeriksaan
pastikan kandung kemih klien kosong dan hindari alkohol dan rokok, karena semua
hal tersebut akan meningkatkan tekanan darah dari nilai sebenarnya.
Sebaiknya istirahat duduk dengan tenang selama 5 menit sebelum pemeriksaan dan
jangan berbicara saat pemeriksaan. Pikiran harus tenang, karena pikiran yang
tegang dan stress akan meningkatkan tekanan darah.
Jumlah tekanan darah yang normal
berdasarkan usia seseorang adalah:
·
Bayi
usia di bawah 1 bulan :
85/15 mmHg
·
Usia
1 - 6 bulan
: 90/60 mmHg
·
Usia
6 - 12 bulan
: 96/65 mmHg
·
Usia
4 - 6 tahun
: 100/60 mmHg
·
Usia
6 - 8 tahun
: 105/60 mmHg
·
Usia
8 - 10 tahun
: 110/60 mmHg
·
Usia
10 - 12 tahun
: 115/60 mmHg
·
Usia
12 - 14 tahun
: 118/60 mmHg
·
Usia
14 - 16 tahun
: 120/65 mmHg
·
Usia
16 tahun ke atas
: 130/75 mmHg
·
Usia
lanjut
: 130-139/85-89 mmHg
3.
Pemeriksaan
Pernafasan
Pemeriksaan
Pernafasan merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai proses
pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk menilai frekwensi, irama, kedalaman, dan tipe atau pola pernafasan. Pernapasan adalah tanda vital yang
paling mudah di kaji namun paling sering diukur secara sembarangan. Perawat
tidak boleh menaksir pernapasan. Pengukuran yang akurat memerlukan observasi
dan palpasi gerakan dinding dada.
Usia
|
Frekuensi per
menit
|
Bayi baru
lahir
Bayi (6
bulan)
Toodler
Anak-anak
Remaja
Dewasa
|
35-40
30-50
25-32
20-30
16-19
12-20
|
Tabel Pola Pernafasan
Pola Pernafasan
|
Deskripsi
|
Dispnea
Bradipnea
Hiperpnea
Apnea
Cheyne stokes
Kusmaul
Biot
|
Susah bernafas yang menunjukkan adanya retraksi
Frekuensi pernafasan cepat yang abnormal
Pernafasan cepat dan normal atau peningkatan
frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Tidak ada pernafasan
Periode pernafasan cepat dalam yang bergantian dengan
periode apnea, umumnya pada bayi dan anak selama tidur nyenyak, depresi, dan
kerusakan otak.
Nafas normal yang abnormal bisa cepat, normal, atau
lambat umumnya pada asidosis metabolik
Nafas tidak teratur, menunjukkan adanya kerusakan atak
bagian bawah dan depresi pernafasan.
|
Suara tidak normal
yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
Ø
Rales adalah suara yang dihasilkan dari eksudat
lengket saat saluran-saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales
halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
Ø
Ronchi adalah nada rendah dan sangat kasar terdengar
baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang
bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.
Ø
Wheezing adalah bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa
dijumpai pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut,
asma.
Ø
Pleura Friction Rub adalah bunyi yang
terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien
dengan peradangan pleura.
- Pemeriksaan Suhu
Merupakan salah satu pemeriksaan yang digunakan
untuk menilai kondisi metabolisme dalam tubuh, dimana tubuh menghasilkan panas
secara kimiawi maupun metabolisme darah. Suhu dapat menjadi salah satu tanda infeksi atau peradangan
yakni demam (di atas > 37°C). Suhu yang tinggi juga dapat disebabkan oleh
hipertermia. Suhu tubuh yang jatuh atau hipotermia juga dinilai. Untuk
pemeriksaan yang cepat, palpasi dengan punggung tangan dapat dilakukan, tetapi
untuk pemeriksaan yang akurat harus dengan menggunakan termometer. Termometer
yang digunakan bisa berupa thermometer oral, thermometer rectal dan thermometer
axilar.
Proses pengaturan suhu terletak pada hypotalamus
dalam sistem saraf pusat. Bagian depan hypotalamus dapat mengatur pembuangan
panasdan hypotalamus bagian belakang mengatur upaya penyimpanan panas.
Pemeriksaan suhu dapat dilakukan melalui oral,
rektal, dan aksila yang digunakan untuk menilai keseimbangan suhu tubuh serta
membantu menentukan diagnosis dini suatu penyakit.
Tempat
untuk mengukur suhu badan seseorang adalah:
1) Ketiak/ axilea, pada area ini
termometer didiamkan sekitar 10 - 15 menit.
2) Anus/ dubur/ rectal, pada
area ini termometer didiamkan sekitar 3 - 5 menit.
3) Mulut/oral, pada area ini
termometer didiamkan sekitar 2 - 3 menit.
Seseorang
dikatakan bersuhu tubuh normal, jika suhu tubuhnya berada pada 36ºC - 37,5ºC.
2.5
Pemeriksaan
Head To Toe
Sebelum
pemeriksaan dilakukan, pasien perlu dipersiapkan sehingga kenyamanan tetap
terjaga, misalnya pasien dianjurkan buang air kecil terlebih dahulu. Jaga
privasi pasien dengan hanya membuka bagian yang akan diperiksa, serta ajak
teman ketiga bila pemeriksa dan pasien berlainan jenis kelamin. Beri tahu
pasien tentang tindakan yang akan dilakukan. Atur waktu seefisien mungkin
sehingga pasien maupun pemeriksa tidak kecapaian. Atur posisi pasien untuk
mempermudah pemeriksaan.
1.
Pemeriksaan Fisik Kepala
Tujuan pengkajian kepala adalah mengetahui bentuk
dan fungsi kepala. Pengkajian diawalai dengan inspeksi kemudian palpasi.
Cara inspeksi dan palpasi kepala:
ü Atur
pasien dalam posisi duduk atau berdiri (bergantung pada kondisi pasien dan
jenis pengkajian yang akan dilakukan).
ü Bila
pasien memakai kacamata, anjurkan untuk melepaskannya.
ü Lakukan
inspeksi, yaitu dengan memperhatikan kesimetrisan wajah, tengkorak, warna dan
distribusi rambut, serta kulit kepala. Wajah normalnya simetris antara kanan
dan kiri.
ü Ketidaksimetrisan
wajah dapat menjadi suatu petunjuk adanya kelumpuhan/paresif saraf ketujuh.
Bentuk tengkorak yang normal adalah simetris dengan bagian frontal menghadap
kedepan dan bagian parietal menghadap kebelakang. Distribusi rambut sangat
bervariasi pada setiap orang, dan kulit kepala normalnya tidak mengalami
peradangan, tumor, maupun bekas luka/sikatriks.
ü Lanjutkan
dengan palpasi untuk mengetahui keadaan rambut, massa, pembekuan, nyeri tekan,
keadaan tengkorak dan kulit kepala.
a. Pemeriksaan fisik mata
Kelengkapan dan
keluasan pengkajian mata bergantung pada informasi yang diperlukan. Secara umum
tujuan pengkajian mata adalah mengetahui bentuk dan fungsi mata.
Cara inspeksi
mata:
Dalam inspeksi mata, bagian-bagian mata yang perlu
diamati adalah bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, dan pupil.
1) Amati
bola mata terhadap adanya protrusi, gerakan mata, lapang pandang, dan visus.
2) Amati
kelopak mata, perhatikan bentuk dan setiap kelainan dengan cara sebagai
berikut.
a. Anjurkan
pasien melihat kedepan.
b. Bandingkan
mata kanan dan kiri.
c. Anjurkan
pasien menutup kedua mata.
d. Amati
bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, serta pada bagian pinggir kelopak
mata, catat setiap ada kelainan, misalnya adanya kemerah-merahan.
e. Amati
pertumbuhan rambut pada kelopak mata terkait dengan ada/tidaknya bulu mata, dan
posisi bulu mata.
f. Perhatikan
keluasan mata dalam membuka dan catat bila ada dropping kelopak mata atas atau sewaktu mata membuka (ptosis).
3)
Amati konjungtiva dan sclera dengan cara
sebagai berikut :
a. Anjurkan
pasien untuk melihat lurus kedepan.
b. Amati
konjungtiva untukmmengetahui ada/tidaknya kemerah-merahan, keadaan
vaskularisasi, serta lokasinya.
c. Tarik kelopak mata bagian bawah dengan
menggunakan ibu jari.
d. Amati
keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat bila didapatkan
infeksi atau pus atau bila warnanya tidak normal, misalnya anemic.
e. Bila
diperlukan, amati konjungtiva bagian atas, yaitu dengan cara membuka/membalik
kelopak mata atas dengan perawat berdiri dibelakang pasien.
f. Amati
warna sclera saat memeriksa konjungtiva yang pada keadaan tertentu warnanya
dapat menjadi ikterik.
g. Amati
warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian lanjutkan dengan
mnegevaluasi reaksi pupil terhadap cahaya. Normalnya bentuk pupil adalam sama
besar (isokor). Pupil yang mengecil disebut miosis,dan amat kecil disebut
pinpoint, sedangkan pupil yang melebar/ dilatasi disebut midriasis.
Cara
inspeksi gerakan mata:
a.
Anjurkan pasien melihat kedepan.
b.
Amati apakah kedua mata tetap diam atau
bergerak secara spontan (nistagmus) yaitu gerakan ritmis bola mata, mula-mula
lambat bergerak kesatu arah,kemudian dengan cepat kembali keposisi semula.
c.
Bila ditemukan adanya nistagmus, amati
bentuk, frekuensi (cepat atau lambat), amplitudo (luas/sempit) dan durasinya
(hari/minggu).
d.
Amati apakah kedua mata memandang lurus
kedepan atau salah satu mengalami deviasi.
e.
Luruskan jemari telunjuk anda dan dekatkan
dengan jarak sekitar 15-30 cm.
f.
Beri tahu pasien untuk mengikuti gerakan
jari anda dan pertahankan posisi kepala pasien. Gerakan jari anda ke delapan
arah untuk mengetahui fungsi 6 otot mata.
Cara inspeksi lapang pandang:
a.
Berdiri di depan pasien.
b.
Kaji kedua mata secara terpisah yaitu
dengan cara menutup mata yang tidak diperiksa.
c.
Beri tahu pasien untuk melihat lurus ke
depan dan memfokuskan pada satu titik pandang, misalnya hidung anda.
d.
Gerakan jari anda pada satu garis
vertical/ dari samping, dekatkan kemata pasien secara perlahan-lahan.
e.
Anjurkan pasien untuk member tahu
sewaktu mulai melihat jari anda.
f.
Kaji mata sebelahnya.
Cara
pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan):
a.
Siapkan kartu snellen atau kartu yang
lain untuk pasien dewasa atau kartu gambar untuk anak-anak.
b.
Atur kursi tempat duduk pasien dengan
jarak 5 atau 6 meter dari kartu snellen.
c.
Atur penerangan yang memadai sehingga
kartu dapat dibaca dengan jelas.
d.
Beri tahu pasien untuk menutup mata kiri
dengan satu tangan.
e.
Pemeriksaan mata kanan dilakukan dengan
cara pasien disuruh membaca mulai dari huruf yang paling besar menuju huruf
yang kecil dan catat tulisan terakhir yang masih dapat dibaca oleh pasien.
f.
Selanjutna lakukan pemeriksaan mata
kiri.
Cara palpasi
mata:
Pada palpasi mata dikerjakan dengan tujuan untuk
mengetahui tekanan bola mata dan mengetahui adanya nyeri tekan. Untuk mengukur
tekanan bola mata secara lebih teliti, diperlukan alan tonometri yang
memerlukan keahlian khusus.
1)
Bari tahu pasien untuk duduk.
2)
Anjurkan pasien untuk memejamkan mata.
3)
Lakukan palpasi pada kedua mata. Bila
tekanan bola mata meninggi, mata teraba keras.
b.
Pemeriksaan
fisik telinga
Pengkajian telinga secara umum bertujuan
untukmengetahui keadaan teling luar, saluran telinga, gendang telinga/membrane
tipani, dan pendengaran. Alta yang perlu disiapkan dalam pengkajian antara lain
otoskop, garpu tala dan arloji.
Cara inspeksi dan palpasi pada telinga:
1.
Bantu pasien dalam posisi duduk.
2.
Atur posisi anda duduk meghadap sisi
telinga pasien yang akan dikaji.
3.
Untuk pencahayaan, gunakan auriskop,
lampu kepala, atau sumber cahaya lain.
4.
Mulai amati telinga luar, periksa
ukuran, bentuk, warna, lesi, dan adanya massa pada pinna.
5.
Lanjutkan pengkajian palpasi dengan cara
memegang telinga dengan ibu jari dan jari telunjuk.
6.
Palpasi kartilago telinga luar secara
sistematis, yaitu dari jaringan lunak, kemudian jaringan keras, dan catat bila
ada nyeri.
7.
Tekan bagian tragus kedalam dan tekan
pula tulang telinga di bawah daun telinga. Bila ada peradangan, pasien akan
merasa nyeri.
8.
Bandingkan telinga kanan dan kiri.
9.
Bila diperluka, lanjutkan pengkajian
telinga dalam.
10.
Pegang bagian pinggir daun
telinga/heliks dan secara perlahan-lahan tarik daun telinga keatas dan ke
belakang sehingga lubang telinga menjadi lurus dan mudah diamati.
11.
Amati pintu masuk lubang telinga dan
perhatikan ada/ tidaknya peradangan, pendarahan atau kotoran.
Pemeriksaan
pendengaran:
Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk mengetahui
fungsi telinga. Secara sederhana pemeriksaan pendengaran dapat diperiksa dengan
mengguanakan suara bisikan. Pendengaran yang baik akan mudah megetahui adanya
bisikan.
Cara pemeriksaan pendengaran dengan bisikan:
1.
Atur posisi pasien berdiri membelakangi
anda pada jarak 4,5-6m
2.
Anjurkan pasien untuk menutup salah satu
telinga yang tidak diperiksa.
3.
Bisikan suatu bilangan.
4.
Beritahu pasien untuk mengulangi
bilangan yang didengar.
5.
Periksa telinga sebelahnya dengan cara
yang sama.
6.
Bandingkan kemampuan mendengar pada
telinga kanan dan kiri pasien.
Cara pemeriksaan
pendengaran dengan garpu tala:
Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui kualitas pendengaran secara lebih teliti. Pemeriksaan dengan
garpu tala dilakukan dengan dua cara, yaitu pemeriksaan
Rinne dan pemeriksaan Webber.
2) Pemeriksaan
Rinne
a. Vibrasikan
garpu tala.
b. Letakan
garpu tala pada mastoid kanan pasien.
c. Anjurkan
pasien untuk member tahu sewaktu tidak merasakan getaran lagi.
d. Angkatan
garpu tala dan pegang di depan telinga kanan pasien dengan posisi garpu tala
parallel terhadap lubang telinga luar pasien.
e. Anjurkan
pasien untuk member tahu apakah masih mendengar suara getaran atau tidak.
Normalnya suara getaran masih dapat didengar karena konduksi udara lebih baik
di banding konduksi tulang.
3)
Pemeriksaan Webber
a. Vibrasikan
garpu tala.
b. Letakan
garpu tala di tengah-tengah puncak kepala pasien.
c. Tanya
pasien tentang telinga yang mendengar suara getaran lebih keras. Normalnya
kedua telinga dapat mendengar secara seimbang sehingga getaran dirasakan di
tengah-tengah telinga.
d. Catat
hasil pendengaran.
4)
Tentukan apakah pasien mengalami gangguan
konduksi tulang, udara, atau keduanya.
c.
Pemeriksaan
Fisik Hidung dan Sinus
Hidung dikaji
dengan tujuan untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi tulang hidung.
Pengkajian hidung dimulai dari bagian luar, bagian dalam dan sinus-sinus. Alat yang perlu dipersiapkan antara
lain otoskop, speculum hidung, cermin, dan sumber penerangan.
Cara inspeksi
dan palpasi hidung bagian luar serta palpasi sinus:
1.
Duduk menghadap pasien.
2.
Atur penerangan dan amati hidung bagian
luar dari sisi depan, samping dan atas, perhatikan bentuk atau tulang hidung
dari ketiga sisi ini.
3.
Amati wanrna dan pembengkakan pada kulit
hidung.
4.
Amati kesimetrisan hidung
5.
Lanjutkan dengan melakukan palpasi
hidung luar, dan catat bila ditemukan ketidak abnormalan kulit atau tulang
hidung.
6.
Kaji mobilitas septum nasi.
7.
Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan
etmoidalis. Perhatikan jika ada nyeri.
Cara
inspeksi hidung bagian dalam:
1.
Duduk menghadap pasien
2.
Pasang lampu kepala, atur lampu sehingga
tepat menerangi lubang hidung.
3.
Elevasikan lubang hidung pasien dengan
cara menekan hidung pasien secara lembut dengan ibu jari anda, kemudian amati
bagian anterior lubang hidung.
4.
Amati posisi septum nasi dan kemungkinan
adanya perfusi.
5.
Amati bagian konka nasalis inferior
6.
Pasang ujung spekulum hidung pada lubang
hidung sehingga rongga hidung dapat diamati.
7.
Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung,
atur posisi kepala sehingga menengadah.
8.
Amati bentuk dan posisi septum,
kartilago, dan dinding-dinding rongga hidung serta selaput lendir pada rongga
hidung (warna, sekresi, bengkak)
9.
Bila sudah selesai lepaskan speculum
perlahan-lahan.
d.
Pemeriksaan
Fisik Hidung dan Faring
Pengkajian mulut
dan faring dilakukan dengan posisi pasien duduk. Pencahayaan harus baik,
sehingga semua bagian dalam mulut dapat diamati dengan jelas. Pengamatan
diawali dengan mengamati bibir, gigi, gusi, lidah, selaput lendir, pipi bagian
dalam, lantai dasar mulut, dan platum/ langit-langit mulut, kemudian faring.
Cara inspeksi
mulut:
1.
Bantu pasien duduk berhadapan dan tinggi
yang sejajar dengan anda.
2.
Amati bibir untuk mengetahui adanya
kelainan congenital, bibir sumbing, warna bibir, ulkus, lessi dan massa.
3.
Lanjutkan pada pengamatan gigi, anjurkan
pasien untuk membuka mulut.
4.
Atur pencahayaan yang memadai, bila
perlu gunakan penekan lidah, agar gigi tampak jelas.
5.
Amati posisi, jarak, gigi rahan atas dan
bawah, ukuran, warna, lesi, atau adanya tumor pada setiap gigi. Amati juga
akar-akar gigi, dan gusi secara khusus.
6.
Periksa setiap gigi dengan cara mengetuk
secara sistematis, bandingkan gigi bagian kiri, kanan, atas, dan bawah, serta
anjurkan pasien untuk member tahu bila merasa nyeri sewaktu giginya diketuk.
7.
Perhatikan pula cirri-ciri umum sewaktu
melakukan pengkajian antara lain kenersihan mulut dan bau mulut.
8.
Lanjutkan pengamatan pada lidah dan
perhatikan kesimetrisannya. Minta pasien menjulurkan lidah dan amati kelurusan,
warna, ulkus dan setiap ada kelainan.
9.
Amati warna, adanya pembengkakan, tumor,
sekresi, peradangan, ulkus, dan perdarahan pada selaput lendir semua bagian
mulut secara sistematis.
10.
Lalu lanjutkan pada inspeksi faring,
dengan menganjurkan pasien membuka mulut dan menekan lidah pasien kebawah
sewaktu pasien berkata “ah”. Amati kesimetrisan uvula pada faring.
Cara
palpasi mulut:
Palpasi pada
mulut dilakukan terutama bila dari inspeksi belum diperoleh data yang
meyakinkan. Tujuannya adalah mengetahui bentuk dan setiap ada kelainan yang
dapat diketahui dengan palpasi, yang meliputi pipi, dasar mulut, palatum, dan
lidah.
1.
Atur posisi duduk menghadap anda,
anjurkan pasien membuka mulut.
2.
Pegang pipi di antara ibu jari dan jari
telunjuk. Palpasi pipi secara sistematis, dan perhatikan adanya tumor atau
pembengkakan. Bila ada pembengkakan, tentukan menurut ukuran, konsistensi,
hubungan dengan daerah sekitarnya, dan adanya nyeri.
3.
Lanjutkan palpasi pada platum dengan
jari telunjuk dan rasakan adanya pembengkakan dan fisura.
4.
Palpasi dasar mulut dengan cara minta
pasien mengucapkan “el”, kemudian lakukan palpasi pada dasar mulut secara
sistematis dengan jari telunjuk tangan kanan, catat bila ditemukan pembengkakan.
5.
Palpasi lidah dengan cara meminta pasien
menjulurkan lidah, pegang lidah dengan kasa steril menggunakan tangan kiri.
Dengan jari telunjuk tangan kanan, lakukan palpasi lidah terutama bagian
belakang dan batas-batas lidah.
e. Pemeriksaan Leher
Leher dikaji
setelah pengkajian kepala selesai dikerjakan. Tujuannya adalah mengetahui
bentuk leher, serta organ-organ penting yang berkaitan. Dalam pengkajian ini,
sebaiknya baju pasien dilepaskan, sehingga leher dapat dikaji dengan mudah.
Cara inspeksi
leher:
1.
Anjurkan pasien untuk melepaskan baju,
atur pencahayaan yang baik.
2.
Lakukan inspeksi leher untuk mengetahui
bentuk leher, warna kulit, adanya pembengkakan, jaringan parut, dan adanya
massa. Palpasi dilakukan secara sistematis, mulai dari garis tengah sisi depan
leher, samping, dan belakang.
Warna
kulit leher normalnya sama dengan kulit sekitarnya. Warna kulit leher dapat
menjadi kuning pada semua jenis ikterus, dan menjadi merah, bengkak, panas
serta ada nyeri tekan bila mengalami peradangan.
3.
Inspeksi tiroid dengan cara meminta
pasien menelan, dan amati gerakan kelenjar tiroid pada insisura jugularis
sterni.
Normalnya
gerakan kelenjar tiroid tidak dapat dilihat kecuali pada orang yang sangat
kurus.
Cara
palpasi leher:
Palpasi pada
leher dilakukan terutama untuk mengetahui keadaan dan letak kelenjar limfe,
kelenjar tiroid, dan trakea.
1.
Duduk dihadapan pasien
2.
Anjurkan pasien untuk menengadah
kesamping menjauhi perawat pemeriksa sehingga jaringan lunak dan otot-otot akan
relaks.
3.
Lakukan palpasi secara sistematis,dan
tentukan menurut lokasi, batas-batas, ukuran, bentuk dan nyeri tekan pada
setiap kelompok kelenjar limfe yang terdiri dari :
a.
Preaurikular-didepan telinga
b.
Postaurikular-superficial terhadap
prosesus mostoideus
c.
Oksipital-di dasar posterior tulang kepala
d.
Tonsilar-disudut mandibula
e.
Submandibular-ditengah-tengah antara
sudut dan ujung mandibula
f.
Submental-pada garis tengah beberapa cm
dibelakang ujung mandibula
g.
Servikal superficial-superficial
terhadap sternomastoideus
h.
Servikal posterior-sepanjang tepi anterior
trapezius
i.
Servikal dalam-dalam sternomastoideus
dan sering tidak dapat dipalpasi
j.
Supraklavikular-dalam suatu sudut yang
terbentuk oleh klavikula dan sternomastoideus.
4.
Lakukan palpasi kelenjar tiroid dengan
cara :
a.
Letakan tangan anda pada leher pasien
b.
Palpasi pada fosa suprasternal dengan
jari telunjuk dan jari tengah
c.
Minta pasien menelan atau minum untuk
memudahkan palpasi
d.
Palpasi dapat pula dilakuakan dengan
perawat berdiri dibelakang pasien, tangan diletakan mengelilingi leher dan
palpasi dilakukan dengan jari kedua dan ketiga.
5.
Lakukan palpasi trakea dengan cara
berdiri disamping kanan pasien. Letakan jari tengah pada bagian bawah trakea
dan raba trakea ke atas, ke bawah, dan ke samping sehingga kedudukan trakea
dapat diketahui.
Cara
pengkajian gerakan leher:
Pengkajian gerak
leher dilakukan paling akhir pada pemeriksaan leher. Pengkajian ini dilakukan
baik secara aktif maupun pasif. Untuk mendapatkan data yang akurat, leher dan
dada bagian atas harus bebas dari pakaian dan perawat berdiri/ duduk dibelakang
pasien.
1)
Lakukan pengkajian gerakan leher secara
aktif. Minta pasien menggerakan leher dengan urutan sebagai berikut :
a. Antefleksi,
normalnya 45º
b. Dorsifleksi,
normalnya 60º
c. Rotasi
kekanan, normalnya 70º
d. Rotasi
ke kiri, normalnya 70º
e. Lateral
felksi ke kiri, normalnya 40º
f. Lateral
fleksi ke kanan, normalnya 40º
2)
Tentukan sejauh mana pasien mampu
menggerakan lehernya. Normalnya gerakan dapat dilakukan secara terkoordinasi
tanpa gangguan.
·
Bila diperlukan, lakukan pengkajian
gerakan secara pasif dengan cara kepala pasien dipegang dengan dua tangan
kemudian digerakan dengan urutan yang sama seperti pada pengkajian gerakan
leher secara aktif.
2. Pemeriksaan Fisik Dada
a)
Inspeksi
Dada diinspeksi terutama postur,
bentuk, dan kesimetrisan ekspansi, serta keadaan kulit. Postur dapat
bervariasi, misalnya pada pasien dengan masalah pernafasan kronis, klavikulanya
menjadi elevasi. Bentuk dada berbeda antara bayi dan orang dewasa. Dada bayi
berbentuk melingkar dengan diameter dari depan ke belakang (antero-posterior)
sama dengan diameter transversal. Pada orang dewasa, perbandingan antara
diameter antero-posterior dengan diameter transversal adalah 1 : 2. Bentuk dada
jadi tidak normal pada keadaan tertentu, misalnya pigeon chest, yaitu bentuk dada yang ditandai dengan diameter
transversal sempit, diameter antero-posterior mengecil. Contoh kelainan bentuk
dada lainnya adalah barrel chest yang
ditandai dengan diameter antero-posterior dan transversal mempunyai
perbandingan 1 : 1. Ini dapat diamati pada pasien kifosis. Pada saat mengkaji
bentuk dada, perawat sekaligus mengamati kemungkinan adanya kelainan tulang
belakang, seperti kifosis, lordosis, atau skoliosis.
Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat
dada bergerak atau diam, terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan
pernafasan. Sedangkan untuk mengamati adanya kelainan bentuk tulang belakang
(kifosis, lordosis, skoliosis), akan lebih mudah dilakukan pada saat dada tidak
bergerak.
Pengamatan dada pada saat bergerak
dilakukan untuk mengetahui frekuensi, sifat, dan ritme / irama pernapasan.
Normalnya frekuensi pernapasan berkisar antara 16 sampai 24 kali setiap menit
pada orang dewasa. Frekuensi pernapasan yang lebih dari 24 kali per menit
disebut takipnea.
Sifat pernapasan pada prinsipnya ada dua
macam, yaitu pernapasan dada yang
ditandai dengan pengembangan dada, dan pernapasan
perut yang ditandai dengan pengembangan perut. Pada umumnya sifat
pernapasan yang sering ditemukan adalah kombinasi antara pernapasan dada dan
perut.
Pada keadaan tertentu, ritme pernapasan dapat
menjadi tidak normal, misalnya pernapasan
Kussmaul, yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, seperti terlihat pada
pasien yang mengalami koma diabetikum. Pernapasan
Biot, yaitu pernapasan yang ritme maupun amplitudonya tidak teratur,
diselingi periode apnea, dan dapat ditemukan pada pasien yang mengalami
kerusakan otak. Pernapasan Cheyne-Stokes,
yaitu pernapasan dengan amplitude yang mula – mula kecil, makin lama makin
membesar, kemudian mengecil lagi, diselingi periode apnea, dan biasanya
ditemukan pada pasien yang mengalami gangguan saraf otak.
Kulit daerah dada perlu diamati secara
seksama untuk mengatahui adanya edema atau tonjolan (tumor).
Cara inspeksi pada dada secara rinci:
1)
Lepaskan baju pasien dan tampakkan badan pasien sampai batas
pinggang.
2)
Atur posisi pasien (posisi diatur bergantung pada tahap
pemeriksaan dan kondisi pasien). Pasien dapat diminta mengambil posisi duduk
atau berdiri.
3)
Yakinkan bahwa perawat sudah siap (tangan bersih dan
hangat), ruangan dan stetoskop disiapkan.
4)
Beri penjelasan kepada pasien tentang apa yang akan
dikerjakan dan anjurkan pasien tetap rileks.
5)
Lakukan inspeksi bentuk dada dari empat sisi : depan,
belakang, sisi kanan, dan sisi kiri pada saat istirahat (diam), saat inspirasi
dan saat ekspirasi. Pada saat inspeksi dari depan, perhatikan area klavikula,
fosa supraklavikularis dan fosa infraklavikularis, sternum, dan tulang rusuk.
Dari sisi belakang, amati lokasi vertebra servikalis ke-7 (puncak scapula
terletak sejajar dengan vertebra torakalis ke-8), perhatikan pula bentuk tulang
belakang dan catat bila ada kelainan bentuk. Terakhir, inspeksi bentuk dada
secara keseluruhan untuk mengetahui adanya kelainan, misalnya bentuk barrel
chest.
6)
Amati lebih teliti keadaan kulit dada dan catat bila
ditemukan adanya pulsasi pada interkostal atau di bawah jantung, retraksi
intrakostal selama bernapas, jaringan parut, dan tanda – tanda menonjol
lainnya.
b) Palpasi
Palpasi dada dilakukan untuk mengkaji keadaan kulit dinding
dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan taktil
fremitus (vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem
bronkopulmonal selama seseorang berbicara).
Nyeri tekan dapat timbul akibat adanya luka setempat,
peradangan, metastasis tumor ganas, atau pleuritis. Bila ditemukan pembengkakan
atau benjolan pada dinding dada, perlu dideskripdikan ukuran, konsistensi, dan
suhunya secara jelas sehingga mempermudah dalam menentukan apakah kelainan
tersebut disebabkan oleh penyakit tulang, tumor, bisul, atau proses peradangan.
Pada saat bernapas, normalnya dada bergerak secara simetris.
Gerakan menjadi tidak simetris pada saat terjadi atelektasis paru (kolaps
paru). Getaran taktil fremitus dapat lebih keras atau lebih lemah dari normal.
Getaran taktil fremitus dapat lebih keras atau lebih lemah dari normal. Getaran
menjadi lebih keras pada saat terdapat infiltrate. Getaran yang melemah
ditemukan pada keadaan emfisema, pneumotoraks, hidrotoraks, dan atelektasis
obstruktif.
Cara kerja palpasi dinding dada:
1)
Lakukan palpasi untuk mengetahui ekspansi paru – paru /
dinding dada :
a. Letakkan kedua telapak tangan secara
datar pada dinding dada depan.
b. Anjurkan pasien untuk menarik napas.
c. Rasakan gerakan dinding dada dan
bandingkan sisi kanan dan sisi kiri.
d. Berdiri di belakang pasien, letakkan
tangan Anda pada sisi dada pasien, perhatikan gerakan ke samping sewaktu pasien
bernapas.
e. Letakkan kedua tangan Anda di
punggung pasien dan bandingkan gerakan kedua sisi dinding dada.
2)
Lakukan palpasi untuk mengkaji taktil fremitus. Minta pasien
menyebut bilangan “enam – enam” sambil perawat melakukan palpasi dengan cara :
a. Letakkan telapak tangan Anda pada
bagian belakang dinding dada dekat apeks paru – paru.
b. Ulangi langkah a dengan tangan
bergerak ke bagian basis paru – paru.
c. Bandingkan fremitus pada kedua sisi
paru – paru serta di antara apeks dan basis paru – paru.
d. Lakukan palpasi taktil fremitus pada
dinding dada anterior.
Pada pengkajian taktil fremitus, vibrasi / getaran bicara
secara normal dapat ditransmisikan melalui dinding dada. Getaran lebih jelas
terasa pada apeks paru – paru. Getaran pada dinding dada lebih keras daripada
dinding dada kiri karena bronkus sisi kanan lebih besar. Pada pria, fremitus
lebih mudah terasa karena suara pria lebih besar daripada suara wanita.
c)
Perkusi
Keterampilan
perkusi dada bagi perawat secara umum tidak banyak dipakai sehingga praktik di
laboratorium untuk keterampilan ini hanya dilakukan bila perlu dan di bawah
pengawasan instruktur ahli.
Cara
perkusi paru – paru secara sistematis:
1.
Lakukan
perkusi paru – paru anterior dengan posisi pasien terlentang.
a. Perkusi mulai dari atas klavikula ke
bawah pada setiap ruang interkostal.
b. Bandingkan sisi kanan dan kiri
2.
Lakukan
perkusi paru – paru posterior dengan posisi pasien baiknya duduk atau berdiri.
a. Yakinkan dulu bahwa pasien duduk
lurus.
b. Mulai perkusi dari puncak paru –
paru ke bawah.
c. Bandingkan sisi kanan dan kiri.
d. Catat hasil perkusi dengan jelas.
3.
Lakukan
perkusi paru – paru posterior untuk menentukan gerakan diafragma (penting pada
pasien emfisema).
a. Minta pasien untuk menarik napas
panjang dan menahannya.
b. Mulai perkusi dari atas ke bawah
(dari resonan ke redup) sampai bunyi redup didapatkan.
c. Beri tanda dengan spidol pada tempat
didapatkan bunyi redup (biasanya pada ruang interkostal ke-9, sedikit lebih
tinggi dari posisi hati di dada kanan).
d. Minta pasien untuk mengembuskan
napas secara meksimal dan menahannya.
e. Lakukan perkusi dari bunyi redup
(tanda I) ke atas. Biasanya bunyi redup ke-2 ditemukan di atas tanda I. Beri
tanda pada kulit yang ditemukan bunyi redup (tanda II).
f. Ukur jarak antara tanda I dan tanda
II. Pada wanita, jarak kedua tanda ini normalnya 3 – 5 cm dan pada pria adalah
5 – 6 cm.
d)
Aukultasi
Aukultasi biasanya dilaksanakan dengan menggunakan
stetoskop. Aukultasi berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkial dan mengetahui adanya sumbatan aliran udara. Aukultasi juga
berguna untuk mengkaji kondisi paru – paru dan rongga pleura. Untuk dapat
melakukan auskultasi, perawat harus mengetahui bunyi / suara napas yang
dikategorikan menurut intensitas, nada, dan durasi antara inspirasi dan
ekspirasi seperti terlihat pada table di bawah ini.
Bunyi Napas
|
Durasi bunyi inspirasi dan
ekspirasi
|
Nada bunyi ekspirasi
|
Intensitas bunyi ekspirasi
|
Lokasi
|
Vesikuler
|
Insp > Eksp
|
Rendah
|
Lembut
|
Sebagian area paru – paru kanan dan kiri
|
Bronkovesikuler
|
Insp = Eksp
|
Sedang
|
Sedang
|
Sering pada ruang interkostal ke-1 dan ke-2 dan diantara
scapula
|
Bronkial
|
Eksp > Insp
|
Tinggi
|
Keras
|
Di atas manubrium
|
Trakeal
|
Insp = Eksp
|
Sangat tinggi
|
Sangat keras
|
Di atas trakea pada leher
|
Cara kerja untuk melakukan auskultasi:
1)
Duduk
menghadap pasien.
2)
Minta
pasien bernapas secara normal, mulai auskultasi dengan meletakan stetoskop pada trakea, dan dengan bunyi napas
secara teliti.
3)
Lanjutkan
auskultasi suara napas yang normal dengan arah seperti pada perkusi dan
perhatikan bila ada tambahan.
4)
Ulangi
auskultasi pada dada lateral dan posterior serta bandngkan sisi kanan dan kiri.
3.
Pemeriksaan Fisik Abdomen
a.
Inspeksi
Inspeksi
dilakukan pertama kali untuk mengetahui bentuk dan gerakan-gerakan abdomen.
Cara kerja
inspeksi:
1)
Atur
posisi yang tepat
2)
Lakukan
pengamatan bentuk abdomen secara umum, kontur permukaan abdomen, dan adanya
retraksi, penonjolan, serta ketidaksimetrisan.
3)
Amati
gerakan kulit abdomen saat inspirasi dan ekspirasi.
4)
Amati
pertumbuhan rambut dan pigmentasi pada kulit secara lebih teliti.
b. Auskultasi
Perawat melakukan auskultasi untuk mendengarkan dua suara
abdomen, yaitu bising usus (peristaltic) yang disebabkan oleh perpindahan gas
atau makanan sepanjang intestinum dan suara pembuluh darah. Teknik ini juga digunakan
untuk mendeteksi fungsi pencernaan pasien setelah menjalani operasi.
Pada keadaan tertentu, suara yang didengar melalui
auskultasi mungkin melemah. Auskultasi juga dapat dilakukan untuk mendengarkan
denyut jantung janin pada wanita hamil.
Cara kerja auskultasi:
1) Siapkan stetoskop, hangatkan tangan
dan bagian diafragma stetoskop bila ruang pemeriksaan dingin.
2) Tanya pasien tentang waktu terakhir
makan. Bising usus dapat meningkat setelah makan.
3) Tentukan bagian stetoskop yang akan
digunakan. Bagian diafragma digunakan untuk mendengarkan bising usus, sedangkan
bagian bel (sungkup) untuk mmendengarkan suara pembuluh darah.
4) Letakkan diafragma stetoskop dengan
tekanan ringan pada setiap area empat kuadran abdomen dan dengarkan suara
peristaltic aktif dan suara denguk (gurgling) yang secara normal terdengar
setiap 5 – 20 detik dengan durasi kurang atau lebih dari satu detik. Frekuensi
suara bergantung pada status pencernaan atau ada tidaknya makanan dalam saluran
pencernaan. Dalam pelaporannya, bising usus dapat dinyatakan dengan “terdengar,
tidak ada / hipoaktif, sangat lambat” (mis, hanya terdengar sekali per menit)
dan “hiperaktif atau meningkat” (mis, terdengar setiap 3 detik). Bila bising
usus terdengar jarang sekali / tidak ada, dengarkan dahulu selama 3 – 5 menit
sebelum dipastikan.
5) Letakkan bagian bel (sungkup)
stetoskop di atas aorta, arteri renalis, dan arteri iliaka. Dengarkan suara –
suara arteri (bruit). Auskultasi aorta dilakukan dari arah superior ke
umbilicus. Auskultasi arteri renalis dilakukan dengan cara meletakan stetoskop
pada garis tengah abdomen atau kea rah kanan kiri garis abdomen bagian atas
mendekati panggul. Auskultasi arteri iliaka dilakukan dengan cara meletakkan
stetoskop pada area bawah umbilicus di sebelah kanan dan kiri garis tengah
abdomen.
6) Letakkan bagian bel stetoskop di
atas area preumbilikal (sekeliling umbilicus) untuk mendengarkan bising vena
(jarang terdengar).
7) Dalam melakukan auskultasi pada
setiap tempat, khususnya area hepar dan limpa, kaji pula kemungkinan terdengar suara
– suara gesekan seperti suara gesekan dua benda.
8) Untuk mengkaji suara gesekan pada
area limpa, letakkan stetoskop pada area batas bawah tulang rusuk di garis
aksila anterior dan minta pasien menarik napas dalam. Untuk mengkaji suara
gesekan pada area hepar, letakkan stetoskop pada sisi bawah kanan tulang rusuk.
c.
Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mendengarkan / mendeteksi adanya
gas, cairan, atau massa di dalam abdomen. Perkusi juga dilakukan untuk
mengetahui posisi limpa dan hepar. Bunyi perkusi pada abdomen yang normal
adalah timpani, namun bunyi ini dapat berubah pada keadaan – keadaan tertentu.
Misalnya, apabila hepar dan limpa membesar, bunyi perkusi akan menjadi redup,
khususnya perkusi di area bawwah arkus kostalis kanan dan kiri. Apabila terdapat
udara bebas pada rongga abdomen, daerah pekak pada hepar akan hilang. Pada
keadaan usu berisi terlalu banyak cairan, bunyi yang dihasilkan pada perkusi
seluruh dinding abdomen adalah hipertimpani, sedangkan daerah hepar tetap
pekak. Perkusi pada daerah yang berisi cairan juga akan menghasilkan suara
pekak. Latihan perkusi abdomen bagi mahasiswa keperawatan harus dibimbing oleh
instruktur yang berpengalaman dan menguasai pengkajian abdomen.
Cara perkusi abdomen secara sistematis:
1)
Perkusi
dimulai dari kuadran kanan atas kemudian bergerak searah jarum jam (dari sudut
pandang / perspektif pasien).
2)
Perhatikan
reaksi pasien dan catat bila pasien merasa nyeri atau nyeri tekan.
3)
Lakukan
perkusi pada area timpani dan redup. Suara timpani mempunyai cirri nada lebih tinggi
daripada resonan. Suara timpani dapat didengarkan pada rongga atau organ yang
berisi udara. Suara redup mempunyai cirri nada lebih rendah atau lebih datar
daripada resonan. Suara ini dapat didengarkan pada massa padat, misalnya
keadaan asites, keadaan distensi kandung kemih, serta pembesaran atau tumor
hepar dan limpa.
d.
Palpasi
Ø Palpasi
Hepar
Palpasi hepar dapat dilakukan secara bimanual, terutama
untuk mengetahui adanya pembesaran.
Cara Palpasi Hepar :
1)
Berdiri
di samping kanan pasien.
2)
Letakkan
tangan kiri Anda pada dinding toraks posterior kira – kira pada tulang rusuk
ke-11 atau 12.
3)
Tekan
tangan kiri Anda ke atas sehingga sedikit
mengangkat dinding dada.
4)
Letakkan
tangan kanan pada batas bawah tulang rusuk sisi kanan dengan membentuk sudut
kira – kira 45o dari otot
rektus abdominis atau parallel terhadap otot rektus abdominis dengan jari –
jari kea rah tulang rusuk.
5)
Sementara
pasien ekshalasi, lakukan penekanan sedalam 4 – 5 cm kea rah bawah pada batas
tulang rusuk.
6)
Jaga
posisi tangan Anda dan minta pasien inhalasi / menarik napas dalam.
7)
Sementara
pasien inhalasi, rasakan batas hepar bergerak menentang tangan Anda yang secara
normal terasa dengan kontur reguler. Bila hepar tidak terasa / teraba dengan
jelas, minta pasien untuk menarik napas dalam, sementara Anda tetap
mempertahankan posisi tangan atau memberikan tekanan sedikit lebih dalam.
Kesulitan dalam merasakan hepar ini sering dialami pada pasien obesitas.
8)
Bila
hepar membesar, lakukan palpasi di batas bawah tulang rusuk kanan. Catat
pembesaran tersebut dan nyatakan dengan berapa sentimeter pembesaran terjadi di
bawah batas tulang rusuk.
Ø Palpasi
Ginjal
Pada saat melakukan palpasi ginjal, posisi pasien telentang
dan perawat yang melakukan palpasi berdiri di sisi kanan pasien.
Cara Palpasi Ginjal:
1) Dalam melakukan palpasi ginjal
kanan, letakkan tangan kiri Anda di bawah panggul dan elevasikan ginjal ke arah
anterior.
2) Letakkan tangan kanan Anda pada
dinding abdomen anterior di garis midklavikula pada tepi bawah batas kosta.
3) Tekan tangan kanan Anda secara langsung
ke atas sementara pasien menarik napas panjang. Ginjal tidak teraba pada orang
dewasa yang normal, tetapi pada orang yang sangat kurus, bagian bawah ginjal
kanan dapat dirasakan.
4) Bila ginjal teraba, rasakan kontur
(bentuk), ukuran, dan amati adanya nyeri tekan.
5) Untuk melakukan palpasi ginjal kiri,
lakukan di sisi kiri tubuh pasien, dan letakkan tangan Anda di bawah panggul
kemudian lakukan tindakan seperti pada palpasi ginjal kanan.
Ø Palpasi
Limpa
Limpa tidak teraba pada orang dewasa yang normal. Palpasi
limpa dikerjakan dengan menggunakan pola seperti pada palpasi hepar.
Cara Palpasi Limpa:
1)
Anjurkan
pasien untuk miring ke sisi kanan sehingga limpa lebih dekat dengan dinding
abdomen.
2)
Lakukan
palpasi pada batas bawah tulang rusuk kiri dengan menggunakan pola seperti pada
palpasi hepar.
Ø Palpasi
Kandung Kemih
Palpasi kandung kemih dapat dilakukan dengan menggunakan
satu atau dua tangan. Kandung kemih teraba terutama bila mengalami distensi
akibat penimbunan urine. Bila ditemukan adanya distensi, lakukan perkusi pada
area kandung kemih untuk mengetahui suara / tingakatan redupnya.
4. Pemeriksaan
Fisik Gental
a.
Pemeriksaan Fisik Alat Kelamin Pria
a)
Inspeksi
·
Pertama–tama
inspeksi rambut pubis, perhatikan penyebaran dan pola pertumbuhan rambut pubis.
Catat bila rambut pubis tumbuh sangat sedikit atau sama sekali tidak ada.
·
Inspeksi
kulit, ukuran, dan adanya kelainan lain yang tampak pada penis.
·
Pada
pria yang tidak dikhitan, pegang penis dan buka kulup penis, amati lubang
uretra dan kepala penis untuk mengetahui adanya ulkus, jaringan parut,
benjolan, peradangan, dan rabas (bila pasien malu, penis dapat dibuka oleh
pasien sendiri). Lubang uretra normalnya terletak di tengah kepala penis. Pada
beberapa kelainan, lubang uretra ada yang terletak di bawah batang penis (hipospadia)
dan ada yang terletak di atas batang penis (epispadia).
·
Inspeksi
skrotum dan perhatikan bila ada tanda kemerahan, bengkak, ulkus, ekskoriasi,
atau nodular. Angkat skrotum dan amati area di belakang skrotum.
b)
Palpasi
Teknik ini dilakukan hanya bila ada
indikasi atau keluhan.
·
Lakukan
palpasi penis untuk mengetahui adanya nyeri tekan, benjolan, dan kemungkinan
adanya cairan kental yang keluar.
·
Palpasi
skrotum dan testis dengan menggunakan jempol dan tiga jari pertama. Palpasi
tiap testis dan perhatikan ukuran, konsistensi, bentuk, dan kelicinannya.
Testis normalnya teraba elastic, licin, tidak ada benjolan atau massa, dan
berukuran sekitar 2 – 4 cm.
·
Palpasi
epididimis yang memanjang dari puncak testis ke belakang. Normalnya epidiimis
teraba lunak.
·
Palpasi
saluran sperma dengan jempol dan jari telunjuk. Saluran sperma biasanya
ditemukan pada puncak bagian lateral skrotum dan teraba lebih keras daripada
epididimis.
b. Pemeriksaan
Fisik Alat Kelamin Wanita
a)
Palpasi alat kelamin bagian luar
·
Mulai
dengan mengamati rambut pubis, perhatikan distribusi dan jumlahnya, dan
bandingkan sesuai usia perkembangan pasien.
·
Amati
kulit dan area pubis, perhatikan adanya lesi, eritema, fisura, leukoplakia, dan
ekskoriasi.
·
Buka
labia mayora dan amati bagian dalam labia mayora, labia minora, klitoris, dan
meatus uretra. Perhatikan setiap ada pembengkakan, ulkus, rabas, atau nodular.
b)
Palpasi alat kelamin bagian dalam
·
Lumasi
jari telunjuk Anda dengan air steril, masukkan ke dalam vagina, dan
identifikasi kelunakan serta permukaan serviks. Tindakan ini bermanfaat untuk
mempergunakan dan memilih speculum yang tepat. Keluarkan jari bila sudah
selesai.
·
Letakkan
dua jari pada pintu vagina dan tekankan ke bawah kea rah perianal.
·
Masukkan
speculum dengan sudut 45o
·
Buka
bilah speculum, letakkan pada serviks, dan kunci bilah sehingga tetap membuka.
·
Bila
serviks sudah terlihat, atur lampu untuk memperjelas penglihatan dan amati
ukuran, laserasi, erosi, nodular, massa, rabas, dan warna serviks. Normalnya
bentuk serviks melingkar atau oval pada nulipara, sedangkan pada para berbentuk
celah.
·
Lakukan
palpasi secara bimanual. Pakai sarung tangan lalu lumasi jari telunjuk dan jari
tengah, kemudian masukkan jari tersebut ke lubang vagina dengan penekanan ke
arah posterior, dan meraba dinding vagina untuk mengetahui adanya nyeri tekan
dan nodular.
·
Palpasi
serviks dengan dua jari Anda dan perhatikan posisi, ukuran, konsistensi,
regularitas, mobilitas, dan nyeri tekan. Normalnya serviks dapat digerakkan
tanpa terasa nyeri.
·
Palpasi
uterus dengan cara jari – jari tangan yang ada dalam vagina mengahadap ke atas.
Tangan yang ada di luar letakkan di abdomen dan tekankan ke bawah. Palpasi
uterus untuk mengetahui ukuran, bentuk, konsistensi, dan mobilitasnya.
·
Palpasi
ovarium dengan cara menggeser dua jari yang ada dalam vagina ke formiks lateral
kanan. Tangan yang ada di abdomen tekankan ke bawah kea rah kuadran kanan
bawah. Palpasi ovarium kanan untuk mengetahui ukuran, mobilitas, bentuk,
konsistensi, dan nyeri tekan (normalnya tidak teraba). Ulangi untuk ovarium
sebelahnya.
5.
Pemeriksaan Fisik Payudara dan
Ketiak
Dalam
melakukan pemeriksaan payudara khususnya pada wanita, perawat harus
mempertimbangkan aspek psikososial, bukan aspek fisik saja. Hal ini mengingat
payudara pada wanita mempunyai arti yang luas, baik dari segi budaya, social,
maupun fungsi seksual. Payudara berkembang dan tumbuh selama rentang kehidupan
yang dipengaruhi oleh perkembangan / pertumbuhan seseorang, lingkungan, dan
sosiokultural lainnya.
a.
Inspeksi
1)
Bantu
pasien mengatur posisi duduk menghadap ke depan, telanjang dada dengan kedua
lengan rileks di sisi tubuh.
2)
Mulai
inspeksi ukuran, bentuk, dan kesimetrisan payudara. Payudara normalnya
melingkar, agak simetris, dan dapat dideskripsikan kecil, sedang, dan besar.
3)
Inspeksi
warna, lesi, vaskularisasi, dan edema pada kulit payudara.
4)
Inspeksi
waran areola. Areola wanita hamil umumnya berwarna lebih gelap.
5)
Inspeksi
adanya penonjolan atau retraksi pada payudara dan putting susu akibat adanya
skar atau lesi.
6)
Inspeksi
adanya rabas, ulkus, pergerakan, atau pembengkakan pada putting susu. Amati
juga posisi kedua putting susu yang normalnya mempunyai arah yang sama.
7)
Inspeksi
ketiak dan klavikula untuk mengetahui adanya pembengkakan atau tanda kemerah –
merahan.
b.
Palpasi
1)
Lakukan
palpasi di sekeliling putting susu untuk mengetahuii adanya rabas. Bila
ditemukan rabas, identifikasi sumber, jumlah, warna, konsistensi rabas
tersebut, dan kaji adanya nyeri tekan.
2)
Palpasi
daerah klavikula dan ketiak terutama pada area nodus limfe.
3)
Lakukan
palpasi setiap payudara dengan teknik bimanual terutama untuk peyudara yang
berukuran besar. Caranya yaitu tekankan telapak tangan anda / tiga jari tengah
ke permukaan payudara pada kuadran samping atas. Lakukan palpasi dinding dada
dengan gerakan memutar dari tepi menuju ereola dan searah jarum jam.
4)
Lakukan
palpasi payudara sebelahnya.
5)
Bila
diperlukan, lakukan pula pengkajian dengan posisi pasien telanjang dan diganjal
bantal / selimut di bawah bahunya.
2.6 Pemeriksaan
Fisik Persistem
1.
Sistem Cardiovaskuler
a.
Inspeksi
Jantung, secara topografik
jantung berada di bagian depan rongga mediastinum. Dilakukan inspeksi pada
prekordial penderita yang berbaring terlentang atau dalam posisi sedikit
dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan misalnya pada
stenosis mitral. dan pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita. Pulsasi ini
letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan
punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu
sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan
adanya pembesaran ventrikel kiri.
b.
Palpasi
Denyut apeks jantung
(iktus kordis). Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang
atau berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial
dari linea midclavicularis sinistra. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang
interkostal IV.
Denyutan nadi pada dada.
Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan
pada aorta.
Aneurisma aorta
ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan, sedangkan
denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi
a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.
Getaran/Trhill. Adanya
getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katup bawaan atau penyakit
jantung congenital. Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang
tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan
mengalir lebih cepat. Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya
akan terdengar bising jantung.
c.
Perkusi
Kita melakukan perkusi
untuk menetapkan batas-batas jantung. Perkusi jantung mempunyai arti pada dua
macam penyakit jantung yaitu efusi pericardium dan aneurisma aorta.
Batas kiri jantung
ü Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
ü Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup
relatif kita tetapkan sebagai batas jantung kiri.
ü Normal : Atas : ICS II kiri di linea parastrenalis
kiri (pinggang jantung)
Bawah: ICS V kiri agak
ke medial linea midklavikularis kiri (tempat iktus)
Batas
Kanan Jantung
ü Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
ü Disini agak sulit menentukan batas jantung karena
letaknya agak jauh dari dinding depan thorak
ü Normal : Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar
ruang interkostal III-IV kanan, di linea parasternalis kanan. Sedangkan batas
atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan.
d.
Auskultasi
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada
tempat-tempat sebagai berikut :
Dengarkan BJ I pada :
-
ICS IV line
sternalis kiri (BJ I Tricuspidalis)
-
ICS V line
midclavicula/ICS III linea sternalis kanan (BJ I Mitral)
Dengarkan BJ II pada :
-
ICS II lines
sternalis kanan (BJ II Aorta)
-
ICS II linea
sternalis kiri/ICS III linea sternalis kanan (BJ II Pulmonal)
Dengarkan BJ III (kalau ada)
-
Terdengar di
daerah mitral
-
BJ III terdengar
setelah BJ II dengan jarak cukup jauh, tetapi tidak melebihi separo dari fase
diastolik, nada rendah
-
Pada anak-anak
dan dewasa muda, BJ III adalah normal
-
Pada orang
dewasa/tua yang disertai tanda-tanda oedema/dipneu, BJ III merupakan tanda
abnormal.
-
BJ III pada
decomp. disebut Gallop Rythm.
Dari jantung yang
normal dapat didengar lub-dub, lub-dub, lub-dub. Lub adalah suara penutupan
katup mitral dan katup trikuspid, yang menandai awal sistole. Dub adalah suara
katup aorta dan katup pulmonalis sebagai tanda awal diastole. Pada suara dub,
apabila pasien bernafas akan terdengar suara yang terpecah.
2.
Sistem Pencernaan
a.
Inspeksi
-
Pasien berbaring
terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh.
-
Inspeksi cavum
oris, lidah untuk melihat ada tidaknya kelainan.
-
Letakan bantal
kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk melemaskan/relaksasi otot-
otot abdomen.
-
Perhatikan ada
tidaknya penegangan abdomen.
-
Pemeriksa
berdirilah pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan warna abdomen,
bentuk perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan striae serta bayangan vena dan pergerakkan
abnormal.
-
Perhatikan
posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus.
-
Perhatikan pula
gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan. Bila abdomen tampak
menegang, minta pasien untuk berbalik kesamping dan inspeksi mengenai ada
tidaknya pembesaran area antara iga-iga dan panggul, tanyakan kepada pasien
apakah abdomen terasa lebih tegang dari biasanya.
-
Bila terjadi
penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen dengan memasang tali/ perban seputar
abdomen melalui umbilikus. Buatlah simpul dikedua sisi tali/ perban untuk
menandai dimana batas lingkar abdomen, lakukan
monitoring, bila terjadi peningkatan perenggangan abdomen, maka jarak kedua
simpul makin menjauh.
-
Inspeksi abdomen
untuk gerakan pernapasan yang normal.
-
Mintalah pasien
mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan peristaltik atau denyutan
aortik.
b.
Palpasi
Ø Abdomen
-
Posisi pasien
berbaring terlentang dan pemeriksa disebelah kanannya.
-
Lakukan palpasi
ringan di tiap kuadran abdomen dan hindari area yang telah diketahui sebelumnya
sebagai titik bermasalah, seperti apendisitis.
-
Tempatkan tangan
pemeriksa diatas abdomen secara datar, dengan jari- jari ekstensi dan
berhimpitan serta pertahankan sejajar permukaan abdomen.
-
Palpasi dimulai
perlahan dan hati-hati dari superfisial sedalam 1 cm untuk mendeteksi area
nyeri, penegangan abnormal atau adanya massa.
-
Bila otot sudah
lemas dapat dilakukan palpasi sedalam 2,5 – 7,5 cm, untuk mengetahui keadaaan
organ dan mendeteksi adanya massa yang kurang jelas teraba selama palpasi
-
Perhatikan
karakteristik dari setiap massa pada lokasi yang dalam, meliputi ukuran,
lokasi, bentuk, konsistensi, nyeri, denyutan dan gerakan
-
Perhatikan wajah
pasien selama palpasi untuk melihat adanya tanda/ rasa tidak nyaman.
-
Bila ditemukan
rasa nyeri, uji akan adanya nyeri lepas, tekan dalam kemudian lepas dengan
cepat untuk mendeteksi apakah nyeri timbul dengan melepaskan tekanan.
-
Minta pasien
mengangkat kepala dari meja periksa untuk melihat kontraksi otot-otot abdominal.
Ø Hepar
-
Posisi pasien
tidur terlentang.
-
Pemeriksa
disamping kanan dan menghadap pasien.
-
Letakkan tangan
kiri pemeriksa dibawah torak/ dada kanan posterior pasien pada iga kesebelas
dan keduabelas dan tekananlah kearah
atas.
-
Letakkan telapak
tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala / superior pasien
dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah
batas bawah hati.
-
Kemudian
tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas.
-
Minta pasien
menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
Ø Kandung Empedu
-
Posisi pasien
tidur terlentang.
-
Pemeriksa
disamping kanan dan menghadap pasien.
-
Letakkan telapak
tangan kiri pemeriksa dibawah dada kanan posterior pasien pada iga XI dan XII
dan tekananlah kearah atas.
-
Letakkan telapak
tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala / superior pasien
dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah
batas bawah hati.
-
Kemudian tekan
lembut ke dalam dan ke atas.
-
Mintalah pasien
menarik napas dan coba meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
-
Palpasi di bawah
tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.
-
Bila diduga ada
penyakit kandung empedu, minta pasien untuk menarik napas dalam selama palpasi.
Ø Limpa
-
Posisi pasien
tidur terlentang
-
Pemeriksa
disamping kanan dan menghadap pasien
-
Letakkan secara
menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah pinggang kiri pasien dan
tekanlah keatas.
-
Letakkan telapak
tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas abdomen dibawah tepi kiri kostal.
-
Tekanlah ujung
jari kearah limpa kemudian minta pasien untuk menarik napas dalam.
-
Palpasilah tepi
limpa saat limpa bergerak ke bawah kearah tangan pemeriksa
-
Apabila dalam
posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi pasien berbaring miring
kekanan dengan kedua tungkai bawah difleksikan.
-
Pada keadaan
tertentu diperlukan Schuffner test.
Ø Aorta
-
Posisi pasien
tidur terlentang
-
Pemeriksa
disamping kanan dan menghadap pasien
-
Pergunakan ibu
jari dan jari telunjuk tangan kanan.
-
Palpasilah
dengan perlahan namun dalam ke arah abdomen bagian atas tepat garis tengah.
Ø Pemeriksaan Asites
-
Posisi pasien
tidur terlentang.
-
Pemeriksa
disamping kanan dan menghadap pasien.
-
Prosedur ini
memerlukan tiga tangan.
-
Minta pasien atau
asisten untuk menekan perut pasien dengan sisi ulnar tangan dan lengan atas
tepat disepanjang garis tengah dengan arah vertikal.
-
Letakkan tangan
pemeriksa dikedua sisi abdomen dan ketuklah dengan tajam salah satu sisi dengan
ujung- ujung jari pemeriksa.
-
Rasakan impuls /
getaran gelombang cairan dengan ujung jari tangan yang satunya atau bisa juga
menggunakan sisi ulnar dari tangan untuk merasakan getaran gelombang cairan.
Ø Colok Dubur
Pemeriksaan abdomen
dapat diakhiri dengan colok dubur (sifatnya kurang menyenangkan sehingga
ditaruh paling akhir). Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien dalam posisi
miring (symposisi), lithotomi, maupun knee-chest. Pemeriksaan dapat dilakukan
dengan satu tangan maupun dua tangan (bimanual, satu tangannya di atas pelvis).
Colok dubur perlu hati-hati karena sifat anus yang sensitif, mudah kontraksi.
Oleh karena itu colok dubur dilakukan serileks mungkin menggunakan lubrikasi.
Sebaiknya penderita kencing terlebih dahulu. Pada posisi lithotomi diagnosis
letak kelainan menggunakan posisi jam yakni jam 3 sebelah kanan, jam 9 sebelah
kiri, jam 6 ke arah sacrum dan jam 12 ke arah pubis.
c.
Auskultasi
-
Pasien berbaring
terlentang dengan tangan dikedua sisi.
-
Letakan bantal
kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala.
-
Letakkan kepala
stetoskop sisi diafragma di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan,
minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus
menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising
usus.
-
Dengarkan bising
usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising usus dan perhatikan
frekwensi/karakternya.
-
Bila bising usus
tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan dengarkan
tiap kuadran abdomen.
-
Kemudian gunakan
sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik dan
pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta
torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau
denyutan aorta.
d.
Perkusi
Ø Abdomen
Lakukan perkusi di
empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat melakukannya dan
bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga seperti lambung,
usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati,
limfa, pankreas, ginjal.
Ø Perkusi Batas Hati
-
Posisi pasien
tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan pasien.
-
Lakukan perkusi
pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser perlahan keatas,
sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak, tandai batas bawah
hati tersebut.
-
Ukur jarak
antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
-
Batas hati
bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.
-
Batas hati
bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke celah tulang iga ke
7.
-
Jarak batas atas
dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan bagian bawah hati pada
waktu bernapas yaitu berkisar 2 – 3 cm.
Ø Perkusi Lambung
-
Posisi pasien
tidur terlentang.
-
Pemeriksa
disamping kanan dan menghadap pasien.
-
Lakukan perkusi
pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium kiri.
-
Gelembung udara
lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani.
3.
Pengkajian Sistem Pernafasan
a.
Inspeksi
-
Pemeriksaan dada
dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi duduk.
-
Dada diobservasi
dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.
-
Inspeksi thorax
poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, lesi, massa, gangguan tulang
belakang seperti : kyphosis, scoliosis dan lordosis, jumlah irama, kedalaman
pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.
-
Observasi type
pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan diafragma, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
-
Saat
mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
ekspirasi (E). ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan sering ditemukan
pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL)/COPD.
-
Kaji konfigurasi
dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan diameter
lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar 1:2 sampai 5:7, tergantung
dari cairan tubuh klien.
-
Kelainan pada
bentuk dada :
a)
Barrel Chest,
Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan diameter AP :
T (1:1), sering terjadi pada klien emfisema.
b)
Funnel Chest
(Pectus Excavatum), Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum.
Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang mengakibatkan
murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat
kecelakaan kerja.
c)
Pigeon Chest
(Pectus Carinatum), Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum, dimana
terjadi peningkatan diameter AP. Timbul pada klien dengan kyphoscoliosis berat.
d)
Kyphoscoliosis,
Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan mengganggu
pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan osteoporosis dan kelainan
muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thorax.
e)
Kiposis
,meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis menyebabkan klien
tampak bongkok.
f)
Skoliosis :
melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi vertebral.
-
Observasi
kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak adekuatnya
ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
-
Observasi
retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
- Palpasi
-
Dilakukan untuk
mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas,
mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal premitus (vibrasi).
-
Palpasi thoraks
untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti : massa, lesi,
bengkak.
-
Kaji juga
kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.
-
Vocal premitus :
getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.
- Perkusi
-
Perawat
melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada
disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
-
Jenis suara
perkusi :
Suara perkusi normal resonan (sonor) : dihasilkan
untuk mengetahui batas antara bagian jantung dan paru.
- Auskultasi
-
Merupakan
pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara nafas normal,
suara tambahan (abnormal), dan suara.
-
Suara nafas
normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke
alveoli, dengan sifat bersih.
-
Suara nafas
normal:
a)
Bronchial
Normal terdengar di
atas trachea atau daerah suprasternal notch. Fase ekspirasinya lebih panjang
daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut.
b)
Vesikular
Terdengar lembut,
halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi,
ekspirasi terdengar seperti tiupan.
c)
Bronchovesikular
Merupakan gabungan dari
suara nafas bronchial dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan
intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini
terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.
4.
Sistem Muskuloskeletal
a.
Inspeksi
ü Pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien
untuk menampakkan seluruh tubuh.
ü Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan
sisi yang lain dan amati adanya atrofi atau hipertrofi. Kelurusan tulang
belakang, diperiksa dengan pasien berdiri tegak dan membungkuk ke depan.
ü Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi,
ukur keduanya dengan menggunakan meteran.
ü Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui
kemungkinan kontraktur yang ditunjukkan oleh malposisi suatu bagian tubuh.
ü Amati kenormalan susunan tulang dan adanya
deformitas.
ü Skoliosis ditandai dengan kulvatura lateral abnormal
tulang belakang, bahu yang tidak sama tinggi, garis pinggang yang tidak
simetris, dan skapula yang menonjol, akan lebih jelas dengan uji membungkuk ke
depan.
ü Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya
pembengkakan Persendian.
ü Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan
persendian.
ü Inspeksi pergerakkan persendian.
b.
Palpasi
-
Palpasi pada
saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif dan pasif untuk
mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba secara involunter
(spastisitas).
-
Uji kekuatan
otot dengan cara menyuruh klien menarik atau mendorong tangan pemeriksa,
bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri.
-
Palpasi untuk
mengetahui adanya edema atau nyeri tekan.
-
Palpasi sendi
sementara sendi digerakkan secara pasif akan memberikan informasi mengenai
integritas sendi. Normalnya, sendi bergerak secara halus. Suara gemletuk dapat
menunjukkan adanya ligament yang tergelincir di antara tonjolan tulang.
Permukaan yang kurang rata, seprti pada keadaan arthritis, mengakibatkan adanya
krepitus karena permukaan yang tidak rata tersebut yang saling bergeseran satu
sama lain.
-
Periksa adanya
benjolan, rheumatoid arthritis, gout, dan osteoarthritis menimbulkan benjolan
yang khas. Benjolan dibawah kulit pada rheumatoid arthritis lunak dan terdapat
di dalam dan sepanjang tendon yang memberikan fungsi ekstensi pada sendi
biasanya, keterlibatan sendi mempunya pola yang simetris. Benjolan pada GOUT
keras dan terletak dalam dan tepat disebelah kapsul sendi itu sendiri.
-
Gunakan
penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s(memiliki nilai 0-5)
0 = Tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = Gerakan kontraksi.
2 = Kemampuan
untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau gravitasi.
3 = Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5
= Kekuatan kontraksi yang penuh
c.
Perkusi
ü Refleks patela, Tendon patella (ditengah-tengah
patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa
kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
ü Refleks biceps, lengan difleksikan terhadap siku
dengan sudut 90º, supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja
periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan
siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi
otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan
pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada
lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
ü Refleks triceps, lengan ditopang dan difleksikan
pada sudut 90º, tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps
berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi
otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila
ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada
klonus yang sementara.
ü Refleks achilles, posisi kaki adalah dorsofleksi,
untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa
diletakkan/disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral. Tendon achilles
dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi
kaki.
ü Refleks abdominal, dilakukan dengan menggores
abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan
bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
ü Refleks Babinski, merupakan refleks yang paling
penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk
melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit
kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon
Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya
tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
5.
Sistem Endokrin
a.
Inspeksi
-
Warna kulit:
Hiperpigmentasi ditemukan pada klien addison desease atau cushing syndrom.
Hipopigmentasi terlihat pada klien diabetes mellitus, hipertiroidisme,
hipotiroidisme.
-
Wajah: Variasi,
bentuk dan struktur muka mungkin dapat diindikasikan dengan penyakit akromegali
mata.
-
Kuku dan rambut:
Peningkatan pigmentasi pada kuku diperlihatkan oleh klien dengan penyakit
addison desease, kering, tebal dan rapuh terdapat pada penyakit hipotiroidisme,
rambut lembut hipertyroidisme. Hirsutisme terdapat pada penyakit cushing
syndrom.
-
Inspeksi ukuran
dan proporsional struktur tubuh klien : Orang jangkung, yang disebabkan karena
insufisiensi growth hormon. Tulang yang sangat besar, bisa merupakan indikasi
akromegali.
-
Tanda trousseaus
dan tanda chvoteks : Peningkatan kadar kalsium tangan dan jari-jari klien
kontraksi (spasme karpal).
b.
Palpasi
-
Kulit kasar,
kering ditemukan pada klien dengan hipotiroidisme. Dimana kelembutan dan
bilasan kulit bisa menjadi tanda pada klien dengan hipertiroidisme. Lesi pada
ekstremitas bawah mengindikasikan DM.
-
Palpasi kelenjar
tiroid (tempatkan kedua tangan anda pada sisi lain pada trachea dibawah
kartilago thyroid. Minta klien untuk miringkan kepala ke kanan Minta klien
untuk menelan. Setelah klien menelan. pindahkan pada sebelah kiri. selama
palpasi pada dada kiri bawah) : Tidak membesar pada klien dengan penyakit
graves atau goiter.
c.
Auskultasi
Auskultasi pada daerah
leher diata tiroid dapat mengidentifikasi bunyi "bruit“. Bunyi yg
dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Normalnya tidak
ada bunyi.
6.
Sistem Integumen
a.
Inspeksi
-
Kaji integritas
kulit warna flushing, cyanosis, jaundice, pigmentasi yang tidak teratur
-
Kaji membrane
mukosa, turgor, dan keadaan umum, kulit
-
Kaji bentuk,
integritas, warna kuku.
-
Kaji adanya
luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus.
b.
Palpasi
-
Adanya nyeri,
edema, dan penurunan suhu.
-
Tekstur kulit.
-
Turgor kulit,
normal < 3 detik
-
Area edema
dipalpasi untuk menentukan konsistensi, temperatur, bentuk, mobilisasi.
-
Palpasi
Capillary refill time : warna kembali normal setelah 3 – 5 detik.
7.
Sistem Neurologi
a.
Inspeksi
-
Kaji LOC (level
of consiousness) atau tingkat kesadaran dengan melakukan pertanyaan tentang
kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan orang.
-
Kaji status
mental.
-
Kaji adanya
kejang atau tremor.
b.
Palpasi
-
Kaji tingkat
kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe dan pengobatannya.
-
Kaji fungsi
sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami gangguan. Kaji adanya hilang
rasa, rasa terbakar/panas dan baal.
-
Kaji fungsi
motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot, pergerakan dan postur.
c.
Perkusi
-
Refleks patela,
diketuk pada regio patela (ditengah tengah patela).
-
Refleks
achilles, dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar
fleksi kaki.
8.
Sistem Reproduksi
a.
Inspeksi
-
Keadaan umum,
pemeriksaan khusus obstetri, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan tambahan.
-
Inspeksi tentang
status gizi: anemia, ikterus.
-
Kaji pola
pernapasan (sianosis, dispnea).
-
Apakah terdapat
edema, bagaimana bentuk dan tinggi badan, apakah ada perubahan pigmentasi,
kloasma gravidarum, striae alba, striae lividae, striae nigra, hiperpigmentasi,
dan areola mamma.
b.
Palpasi
-
Palpasi menurut
Leopold I-IV.
-
Serviks, yaitu
untuk mengetahui pelunakan serviks dan pembukaan serviks.
-
Ketuban, yaitu
untuk mengetahui apakah sudah pecah atau belum dan apakah ada ketegangan
ketuban.
-
Bagian terendah
janin, yaitu untuk mengetahui bagian apakah yang terendah dari janin, penurunan
bagian terendah, apakah ada kedudukan rangkap, apakah ada penghalang di bagian
bawah yang dapat mengganggu jalannya persalinan.
-
Perabaan
forniks, yaitu untuk mengetahui apakah ada bantalan forniks dan apakah bagian
janin masih dapat didorong ke atas.
c.
Auskultasi
Auskultasi untuk
mengetahui bising usus, gerak janin dalam rahim, denyut jantung janin, aliran
tali pusat, aorta abdominalis, dan perdarahan retroplasenter.
9.
Sistem Perkemihan
a.
Inspeksi
-
Kaji kebiasaan
pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan ada/tidaknya
sedimen.
-
Kaji keluhan
gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta riwayat infeksi
saluran kemih.
-
Inspeksi
penggunaan condom catheter, folleys catheter, silikon kateter atau urostomy
atau supra pubik kateter.
-
Kaji kembali
riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan sistem
perkemihan.
b.
Palpasi
-
Palpasi adanya
distesi bladder (kandung kemih).
-
Untuk melakukan
palpasi Ginjal Kanan: Posisi di sebelah kanan pasien. Tangan kiri diletakkan di
belakang penderita, paralel pada costa ke-12, ujung cari menyentuh sudut
costovertebral (angkat untuk mendorong ginjal ke depan). Tangan kanan
diletakkan dengan lembut pada kuadran kanan atas di lateral otot rectus, minta
pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kanan
dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan
(tentukan ukuran, nyeri tekan ga). Pasien diminta membuang nafas dan berhenti
napas, lepaskan tangan kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali waktu
ekspirasi.
-
Dilanjutkan
dengan palpasi Ginjal Kiri : Pindah di sebelah kiri penderita, Tangan kanan
untuk menyangga dan mengangkat dari belakan. Tangan kiri diletakkan dengan
lembut pada kuadran kiri atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik
nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kiri dalam-dalam di bawah arcus
aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan (normalnya jarang teraba).
c.
Perkusi
Untuk pemeriksaan ketok
ginjal prosedur tambahannya dengan mempersilahkan penderita untuk duduk
menghadap ke salah satu sisi, dan pemeriksa berdiri di belakang penderita. Satu
tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12
dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal
kanan). Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra
torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan
(ginjal kiri). Penderita diminta untuk memberiksan respons terhadap pemeriksaan
bila ada rasa sakit.
2.7 Proses Keperawatan: Tahapan Dalam Proses
Keperawatan (Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Tujuan Keperawatan,
Rencana Keperawatan, Tindakan Keperawatan Dan Evaluas Keperawatan)
Proses keperawatan merupakan kerangka berpikir dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien, keluarga, dan komunitas.
Ø Bersifat
teratur dan sistematis.
Ø Bersifat
saling bergantung satu dengan yang lain
Ø Memberikan
asuhan keperawatan secara individual
Ø Klien
menjadi pusat dan menghargai kekuatan klien
Ø Dapat
digunakan dalam keadaan apapun
a. Tahapan dalam Proses Keperawatan
Menurut beberapa
ahli tentang proses keperawatan, tahapan
proses keperawatan adalah sebagai berikut :
1.
Tahap Pengkajian
2.
Tahap Diagnosis keperawatan
3.
Tahap Perencanaan
4.
Tahap pelaksanaan
5.
Tahap evaluasi
1) Tahap Pengkajian
Pengkajian
merupakan langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan pengumpulan
data atau perolehan data yang akurat dari pasien guna mengetahui berbagai
permasalahan yang ada.
Perawat juga
harus memiliki berbagai pengetahuan, diantaranya pengetahuan tentang kebutuhan
biopsikososial dan spiritual bagi manusia, pengetahuan tentang kebutuhan
perkembangan manusia (tumbuh kembang), pengetahuan tentang konsep sehat dan
sakit, pengetahuan tentang patofisiologi tentang penyakit yang dialami,
pengetahuan tentang sistem keluarga, budaya, nilai-nilai keyakinan yang
dimiliki pasien dan sebagainya.
Perawat juga
harus memiliki kemampuan melakukan observasi secara sistematis kepada pasien,
kemampuan berkomunikasi secara verbal atau nonverbal, kemampuan menjadi
pendengar yang baik, menciptakan hubungan saling membantu, membangun
kepercayaan, mengadakan wawancara, kemampuan dalam melakukan pengkajian atau
pemeriksaan fisik keperawatan.
Tahap pengkajian
dilakukan dengan tahapan berikut :
Pengumpulan
data
merupakan upaya untuk mendapatkan data sebagai informasi tentang pasien. Data
yang dibutuhkan tersebut mencakup data tentang biopsikososial dan spiritual atau data yang berhubungan
dengan masalah pasien serta data tentang faktor-faktor yang yang memengaruhi
masalah pasien. Dalam pengumpulan data, perangkat, atau format yang dimilki
dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Pengumpulan data
dilakukan dengan cara :
1.
Wawancara, yaitu melalui komunikasi
untuk mendapatkan respons dari pasien dengan tatap muka
2.
Observasi, dengan mengadakan pengamatan
secara visual atau secara langsung kepada pasien
3.
Konsultasi, dengan melakukan konsultasi
kepada ahli atau spesial bagian
4.
Pemeriksaan, yaitu peneriksaan fisik
dengan metode inspeksi melalui pengamatan secara langsung pada organ yang
diperiksa; palpasi dengan cara meraba organ yang diperiksa; perkusi dengan
melakukan pengetukan menggunakan jari telunjuk atau palu (hammer) pada
pemeriksaan neurologis; dan auskultasi dengan mendengarkan bunyi bagian organ
yang diperiksa, pemeriksaan laboratorium.
Validasi
Data merupakan upaya untuk memberikan justifikasi pada
data yang telah dikumpulkan dengan melakukan perbandingan data subjektif dan
objektif yang dikumpulkan dari berbagai sumberberdasarkan standar nilai normal,
untuk menemukan kemungkinan pengkajian ulang atau pengkajian tambahan tentang
data yang ada.
Identifikasi
Pola/Masalah merupakan kegiatan terakhir dari tahap
pengkajian setelah dilakukan validasi data. Melalui identifikasi pola atau
masalah dapat diketahui gangguan/masalah keperawatan yang terdapat pada fungsi
kesehatan, seperti pada persepsi tata
laksana kesehatan, pola aktivitas latihan, pola nutrisi metabolisme dll.
2)
Tahap
Diagnosis Keperawatan
Merupakan
keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat
dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial
(Carpenito, 1995).
3) Tahap Perencanaan
Tahap ini
merupakan proses penyusunan berbagagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan
untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi masalah-masalah pasien.
Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan yang mmebutuhkan
berbagai pengetahuan dan keterampilan diantaranya pengetahuan tentang kekuatan
dan kelemahan dari pasien, nilai dan kepercayaan pasien, batasan praktik
keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan
masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan, serta memilih dan membuat
strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan.
4) Tahap Pelaksanaan
Merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakanberbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus mampu mengetahui berbagai
hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien
tingkat perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan, terdapat dua tindakan
yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi.
Berikut adalah contoh tindakan keperawatan mandiri
(tindakan independen) dan kolaborasi (interdependen):
·
Tindakan Mandiri: Mengajarkan pasien
menggunakan walker, mengkaji ROM ekstremitas atas pasien dan lain-lain.
·
Tindakan Kolaborasi: Berkonsultasi
dengan ahli terapi fisik mengenai kemajuan pasien menggunakan walker.
5) Tahap Evalusi
Evaluasi
merupakan tahapan terakhir proses keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan
dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam mengevaluasi perawat harus
memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami respons terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai,
serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Tahap evaluasi
ini terdiri atas dua kegiatan, yaitu evaluasi hasil dan evaluasi proses.
Evaluasi proses dilakukan selama proses perawatan berlangsung atau menilai
respons pasien, sedangkan evaluasi target tujuan yang dihasilkan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan
tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu,
untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan
hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang
tepat bagi klien.
Pemeriksaan fisik mutlak dilakukan
pada setiap klien, tertama pada klien yang baru masuk ke tempat pelayanan
kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien yang sedang di rawat,
sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik ini sangat penting
dan harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam keadaan sadar
maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat
penting karena sangat bermanfaat, baik untuk untuk menegakkan diagnosa
keperawatan, memilih intervensi yang tepat untuk proses keperawatan, maupun untuk
mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.
3.2
Saran
Sebagai calon perawat
tentu kita harus mengetahui bagaimana cara pemeriksaan fisik head to toe yang baik dan benar karena
hal tersebut merupakan dasar dari Nursing
Procces.
New Zealand Casinos With the BEST Baccarat Games in 2021
BalasHapusBaccarat 바카라 사이트 is one of the easiest to understand casino games 인카지노 and one of 바카라 사이트 the most well-known to me is their lack of games, which may not be surprising considering the